Jakarta, 5 November 2025 — Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar oleh Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Daerah Kepulauan, bertempat di Ruang Rapat Sriwijaya, Lantai 2 Gedung B DPD RI, Rabu (5/11/2025).
Rapat ini merupakan bagian dari rangkaian pembahasan RUU usulan DPD RI yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2025, sebagai bentuk upaya memperjuangkan keadilan pembangunan bagi daerah kepulauan di Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Lewerissa hadir didampingi oleh Tim Ahli Gubernur serta Kepala Biro Pemerintahan Sekretariat Daerah Provinsi Maluku.
Dalam paparannya, Gubernur Lewerissa menyampaikan apresiasi dan penghargaan kepada DPD RI atas komitmen dan konsistensi dalam memperjuangkan RUU Daerah Kepulauan agar tetap menjadi bagian dari agenda legislasi nasional.
“Kami mengajak Pemerintah Pusat untuk merenungkan kembali perjalanan sejarah bangsa. Pada tahun 1957, melalui Deklarasi Juanda, Indonesia memperjuangkan pengakuan internasional terhadap karakteristik negara kepulauan yang berbeda dengan negara kontinental,” ungkap Gubernur.
Beliau menjelaskan bahwa sebelum Deklarasi Juanda, laut teritorial Indonesia hanya diukur sejauh 3 mil dari garis pantai terluar setiap pulau, sehingga wilayah laut di antara pulau-pulau seperti Bali dan Sumba, Maluku, Ambon dan Buru, serta Seram dan Banda termasuk dalam laut internasional.
“Melalui perjuangan diplomasi yang panjang, laut di antara pulau-pulau akhirnya ditetapkan sebagai bagian dari wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan batas teritorial 12 mil dari garis terluar pulau, menjadikan laut antar pulau sebagai laut pedalaman Indonesia,” tegasnya.
Gubernur Lewerissa menekankan bahwa pemerintah daerah kepulauan menghadapi tantangan pembangunan yang berbeda dengan daerah kontinental. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan nasional yang adaptif dan berpihak pada karakteristik wilayah kepulauan.
“Kalau Pemerintah Pusat memperlakukan kami sama seperti daerah kontinental, maka akan sulit bagi provinsi kepulauan untuk mempercepat pembangunan dan sejajar dengan provinsi lainnya,” jelas Gubernur.
Beliau juga menyoroti perlunya penyesuaian perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU) agar lebih adil bagi daerah kepulauan.
“DAU seharusnya tidak hanya berdasarkan jumlah penduduk, tetapi juga mempertimbangkan karakteristik wilayah dan rentang kendali pemerintahan. Tanpa perhitungan tersebut, alokasi dana tidak akan mencukupi kebutuhan pembangunan di wilayah kepulauan,” tambahnya.
Menutup paparannya, Gubernur Maluku memberikan sejumlah masukan konstruktif kepada PPUU DPD RI, antara lain perlunya pengkajian ulang terhadap substansi RUU Daerah Kepulauan agar menghasilkan landasan hukum yang kuat, visioner, dan berkeadilan sosial bagi seluruh provinsi kepulauan di Indonesia.
Beliau menegaskan bahwa pengesahan RUU Daerah Kepulauan merupakan langkah strategis untuk memastikan pemerataan pembangunan, efisiensi tata kelola pemerintahan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat kepulauan.
Melalui forum RDP ini, Pemerintah Provinsi Maluku kembali menegaskan komitmennya untuk menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan kepentingan daerah kepulauan, sejalan dengan semangat Deklarasi Juanda 1957 yang meneguhkan jati diri Indonesia sebagai negara kepulauan yang berdaulat.